Teknik Telekomunikasi Telkom University Surabaya Green Telecom: Upaya Menekan Emisi Karbon dari Jaringan Telekomunikasi Global

Di balik kenyamanan video call lintas benua, streaming tanpa buffering, dan konektivitas 24/7, ada jutaan BTS (Base Transceiver Station), server, dan kabel bawah laut yang bekerja tanpa henti. Tapi sedikit yang menyadari, infrastruktur digital yang menopang hidup modern ini punya jejak karbon yang tak kecil. Sektor telekomunikasi global—meski tampak “virtual”—menyumbang sekitar 2-3% dari total emisi karbon dunia, setara dengan industri penerbangan. Di tengah tuntutan akan teknologi yang lebih cepat dan kuat, muncullah tantangan besar: bagaimana menjadikan jaringan telekomunikasi lebih ramah lingkungan?

Green telecom adalah jawaban atas tantangan tersebut. Konsep ini merujuk pada strategi dan inovasi yang bertujuan menekan konsumsi energi dan emisi karbon dalam operasional infrastruktur jaringan. Inisiatif ini mencakup desain perangkat hemat energi, pemanfaatan energi terbarukan, optimalisasi manajemen data center, hingga desain jaringan yang lebih efisien secara topologi.

Salah satu langkah paling konkret datang dari Ericsson dan Vodafone yang telah mengimplementasikan sistem pendingin pasif untuk BTS di wilayah panas. Teknologi ini menggantikan AC konvensional dengan ventilasi berbasis suhu lingkungan, yang mampu menghemat hingga 70% konsumsi energi pendinginan. Hasilnya, pengurangan emisi karbon yang signifikan tanpa mengorbankan kualitas layanan.

Tak hanya itu, data center—yang menjadi tulang punggung cloud computing dan internet—menjadi sasaran utama pengurangan emisi. Google dan Microsoft telah lebih dulu mengarah ke data center dengan jejak karbon negatif melalui pemanfaatan 100% energi terbarukan dan teknologi pendingin cair. Penelitian dari Shehabi et al. (2016) menunjukkan bahwa efisiensi sistem pendinginan dan virtualisasi server mampu menurunkan penggunaan energi hingga 40% dalam data center skala besar.

Namun, green telecom bukan hanya soal efisiensi energi. Ini juga menyangkut kebijakan, budaya organisasi, dan tanggung jawab sosial. Di banyak negara berkembang, operator telekomunikasi mulai mengadopsi sistem BTS berbasis panel surya untuk daerah terpencil—mengurangi ketergantungan pada genset diesel dan membuka akses internet tanpa menambah beban lingkungan.

Tantangannya tentu tidak sedikit. Investasi awal teknologi hijau masih tinggi, terutama untuk retrofit infrastruktur lama. Tapi dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat, serta kesadaran konsumen yang semakin hijau, transformasi ini menjadi keharusan.

Green telecom bukan sekadar tren teknologi—ini adalah gerakan strategis menuju masa depan digital yang tidak hanya terkoneksi, tapi juga peduli pada bumi. Di era di mana koneksi adalah kebutuhan dasar, memastikan bahwa koneksi tersebut berkelanjutan adalah bentuk tanggung jawab kolektif kita semua.


Referensi Ilmiah
  1. Shehabi, A., et al. (2016). United States Data Center Energy Usage Report. Lawrence Berkeley National Laboratory.
  2. Ericsson Sustainability Report. (2023). Technology for a Sustainable World.
  3. Vodafone Group. (2022). Green Networks Initiative.
  4. Google Environmental Report. (2023). Carbon-Free Energy for Data Centers.
  5. GSMA. (2021). Mobile Industry and Climate Action: A Path to Net Zero.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *