Teknik Telekomunikasi Telkom University Surabaya

Ketika dunia mulai merasakan kecepatan dan latensi rendah dari jaringan 5G, dan para peneliti sudah memetakan arah menuju 6G, satu elemen yang kerap dilupakan namun sangat krusial adalah: satelit. Dulu, satelit dipandang hanya sebagai penghubung daerah terpencil ke jaringan internet. Tapi kini, perannya jauh melampaui sekadar “jaringan cadangan”. Dalam lanskap komunikasi modern, satelit adalah bagian integral dari arsitektur jaringan yang cerdas, fleksibel, dan mendunia.

Di era 5G, konsep Non-Terrestrial Networks (NTN) telah dimasukkan dalam standar 3GPP untuk pertama kalinya. Ini adalah sinyal kuat bahwa jaringan masa depan tidak bisa lagi hanya bergantung pada infrastruktur berbasis darat. Satelit, terutama yang beroperasi di orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO), kini digunakan untuk memperluas jangkauan 5G ke wilayah rural, laut lepas, dan zona bencana. Perusahaan seperti Starlink, OneWeb, dan Amazon Project Kuiper telah membangun konstelasi ribuan satelit LEO yang siap menopang kebutuhan data berkecepatan tinggi.

Tapi mengapa satelit penting untuk 6G?

6G diproyeksikan membawa jaringan ke level yang benar-benar otonom, ultra-responsif, dan pervasive. Visi ini melibatkan komunikasi waktu nyata untuk kendaraan otonom, augmented reality tingkat lanjut, dan pengumpulan data dari miliaran sensor IoT secara global. Di sinilah satelit memainkan peran utama: menyediakan konektivitas yang tidak bisa dijangkau jaringan terestrial, memungkinkan sinkronisasi global, serta mendukung edge computing dari luar angkasa.

Salah satu studi dari European Space Agency (ESA) menyebutkan bahwa integrasi satelit dalam 6G akan memungkinkan aplikasi seperti real-time holographic communication dan pelacakan supply chain global berbasis AI, yang sangat bergantung pada kecepatan dan kestabilan data lintas wilayah.

Lebih lanjut, satelit juga memainkan peran penting dalam mendukung edge AI dan sistem otonom. Sebagai contoh, dalam skenario pertanian presisi atau pemantauan bencana alam, satelit dapat mengirimkan data penginderaan jauh yang kemudian diproses langsung di edge device untuk keputusan real-time.

Di sisi keamanan, jaringan satelit memungkinkan konektivitas yang lebih aman dan redundan, terutama untuk sektor-sektor kritis seperti militer, energi, dan penerbangan. Dengan kemampuan beam steering dan enkripsi berlapis, satelit menjadi tulang punggung komunikasi yang tahan gangguan.

Meski masih ada tantangan seperti latency dan kapasitas bandwidth, teknologi terkini seperti laser inter-satellite links dan edge caching di orbit membuat satelit semakin kompetitif dibandingkan jaringan darat. Bahkan, kombinasi satelit dan AI di masa depan diprediksi akan membentuk jaringan adaptif yang bisa memprediksi beban trafik dan mengalokasikan kapasitas secara dinamis.

Peran satelit tak lagi sekadar penghubung. Di era 5G dan menuju 6G, ia menjelma menjadi elemen strategis yang membawa konektivitas ke luar batas-batas geografis dan teknologis. Inilah era baru: ketika langit bukan lagi batas, tapi bagian dari jaringan cerdas global.


Referensi Ilmiah
  1. 3GPP (2022). Release 17 Highlights: Inclusion of Non-Terrestrial Networks in 5G.
  2. European Space Agency (2021). Satellite Communication in Future 6G Networks.
  3. Xu, C., et al. (2022). Satellite-enabled 6G networks: Architecture and Challenges. IEEE Access.
  4. NASA Glenn Research Center. (2023). Laser Communications and Inter-Satellite Links for Next-Gen Networks.
  5. ITU-T FG-NET-2030. (2023). Trends and Forecasts in Satellite Role for Beyond 5G (6G) Systems.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *